NEGERI HATU
23.56|  | 
| Foto by Debbie Samson | 
Negeri Hatu  memiliki komunitas 
masyarakat yang majemuk. Sejarah mencatat bahwa asal mulanya kedatangan 
bangsa-bangsa di Negeri Hatu pertama kali oleh bangsa Alifuru yang 
terdiri  atas empat marga, kemudian dikelompokan dalam suatu komunitas  
kecil yang dikenal dengan nama Soa Souhuat. Selanjutnya datang lagi  komunitas bangsa kedua yang disebut Soa Hatulessy, terdiri atas empat marga. Kemudian bangsa yang ke tiga dikenal dengan nama Soa Malupang
 hanya terdiri atas satu marga. Ke tiga kelompok soa ini hidup menempati
 tempat yang terpisah,  masing-masing komunitas hidup dalam suatu 
persekutuan, dan tetap menjalin kebersamaan hidup yang baik diantara 
ketiga soa tersebut.
Membaca 
sejarah Negeri Hatu Katuru Henamantelu, maka  kita akan menemukan 
berbagai kekayaan adat dan budaya di Indonesia. Kearifan adat dan budaya
 Negeri Hatu yang dilandasi dengan nilai-nilai kebersamaan telah menjadi
 ciri khas Negeri ini. Nilai-nilai ini seolah telah mengukuhkan 
esksistensi kerukunan dan kebersamaan dalam kehidupan social 
bermasyarakatnya dan menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam keseharian
 orang Hatu. Berikut sekilas acara adat Negeri Hatu Katuru Henamantelu 
yang perlu diketahui :
I. SOA SOUHUAT
Bangsa pertama yang mula-mula mendiami 
Negeri Hatu ini yang akan melakukan Tarian Adat pembukaan dalam setiap 
acara-acara penting dan acara-acara adat yang dilaksanakan dengan ciri 
khas budayanya yaitu ALIFURU
ALIFURU berasal dari kata “ALIF” yang artinya PERTAMA dan “URU” yang artinya MANUSIA
Alifuru berarti orang yang pertama mendiami tempat.  Marga-marga yang dikenal dari bangsa ini adalah :- Salamahu
- Hehamoni
- Tipawael
- Risteru
Keempat marga ini kemudian dinamakan SOA SOUHUAT. Mereka dipimpin oleh seorang puteri. Tempat tinggal mereka bernama KAMUALA. Asal mereka bernama NUSA INA PULAU IBU.
 Pakaian khas adat mereka terbuat dari daun-daun kelapa yang dianyam 
seperti Rok untuk menutupi tubuh mereka. Sedangkan laki-laki
menggunakan celana merah serta mengikat berang (kain merah)
 di kepala, membawa senjata perang dan tombak. Ini menunjukan keberanian
 laki-laki untuk maju di medan perang. Alat yang digunakan adalah 
bakul/tas, daun bira, tifa dan kulibia (keong). Alat-alat tersebut memiliki arti sebagai berikut :
- Bakul/Tas adalah tempat untuk mengisi perbekalan (sirih, pinang, tabaku/tembakau dan sopi/jenis minuman keras lokal)
- Daun Bira adalah payung puteri yang dipegang oleh dua orang dayang-dayang
- Tifa dan Kulibia/Keong menandakan suara pemanggilan para leluhur
II. SOA HATULESSY
Bangsa kedua yang datang mendiami Negeri Hatu adalah marga-marga tersebut dibawah :
- Mamputty yang datang dari Piru. Mereka datang dengan membawa 2 (dua) cabang batang kalam susu
- Pikallima yang datang dari Maluku Utara (Weda). Mereka datang dengan membawa 5 (lima) buah piring
- Halatu yang datang dari Amahai
- Lena-Lena Latuconsina yang datang dari Pelau (pulau Haruku) ke Wakasiu kemudian berpindah ke Hatu. Kapitan ini datang dengan cara lena (berjalan) diatas batu dengan membawa jala dan seekor anjing.
III. SOA MALUPANG
Bangsa ketiga yang datang mendiami Negeri
 Hatu adalah keluarga besar Risanusu yang berasal dari Gorom (Nusa Ina).
 Mereka datang mengambang dalam gelombang membawa 40 orang perempuan dan
 3 orang laki-laki. Ketiga orang laki-laki tersebut bertugas sebagai 
jurumudi, majoma (orang yang duduk paling depan di perahu) dan yang satu
 berada di tengah. Keluarga besar ini terombang-ambing dilautan sambil 
sai (panggayo/mendayung) hasa-hasa dengan wele (memperdengarkan) suara 
menyanyi
Wele tama e laya wari eRata tuni sai usa sai o
Sio-sio, sio lah kona e
Lah kona ite tomala ja wario
Hasa-hasa pulau
Lihat tanjong-tanjong e
Sope-sope nusu
Labuang maal e.
Hasa-hasa pulau
Lihat tanjong-tanjong e
Perahu-perahu masuk
Lapuang susah e
Somba upu e
Ite somba upu e
Hormati lah Ila
Ite somba upu e
Akhirnya keluarga besar Risanusu ini 
berlabuh perlahan-lahan dengan sope-sope (sejenis perahu arumbai) 
mendekati pesisir pantai dan mengikat tali di batu rahang (hati kokang) 
sebagai jangkarnya. Setelah itu mereka turun ke darat dan tinggal 
(berdiam) di Negeri Hatu.
Setelah semua orang mendiami Negeri Hatu 
pada saat itu, mereka kemudian berencana untuk membentuk sebuah 
Negeri/Desa/Kampung, tetapi semuanya membutuhkan proses yang panjang. 
Kesepakatan yang dilakukan untuk membentuk Negeri itu adalah dengan 
proses (mawe) penggulingan telur. Telur diguling beberapa kali dari 
lokasi yang berbeda-beda (berganti-ganti). Sampai akhirnya menemukan 
tempat yang pas dan waktu yang pas. Telur diguling dan berhenti di 
Baileo (rumah adat Negeri Hatu). Penggulingan telur melambangkan Negeri 
Hatu Katuru Henamantelu. Henamantelu berarti Negeri Telur.
Demikianlah Negeri Hatu telah terbentuk. 
Dan ketika penjajah tiba di Bumi Maluku dan sampai ke Negeri Hatu, maka 
marga-marga dari SOA-SOA diatas mengalami perubahan marga.
- Mamputty menjadi Manuputty
- Pikallima menjadi Picaulima
- Halatu menjadi Hehalatu
- Lena lena Latuconsina menjadi Lenahatu
- Risanusu menjadi Risamasu
Upu Pemerintah adalah marga Hehalatu, 
karena marga ini yang berani menghadap Belanda pada saat  mereka 
dipanggil sehingga tongkat pemerintahannya diberikan hak kepada marga 
tersebut.
Note : SOA adalah rumpun dari beberapa marga yang secara geneologis tinggal bersama dalam satu komunitas
Sumber Cerita : Alm. Bpk. Pieter Manuputty (Hatu, Ambon)
Penyusun : Robby Risamasu (Hatu, Ambon), Debbie Samson (Jakarta)
Webmaster : Vensca GinselSumber website : http://hatunegeriku.wordpress.com/2011/01/14/acara-adat-negeri-hatu/
 






 
 
 
 
 

 
2 komentar
Kalau boleh tau siapa ya yg SDH mengapload sejarah negeri hatu ini..tanpa ada koordinasi lagi dgn tua2 adat dan anak2 adat negri hatu..apakah sudara tau bahawa 4 marga yg ada di kamuala itu asal dr seram..tlg di jawab ya..
BalasHapusYang tanya ini sapa tunjukan identitas mu.
Hapus