Sejarah Negeri Amahai
09.23
1. Asal nama
negeri amahai
Amahai disebut dan ditulis juga Amahei. Tulisan ini
berkaitan erat dengan sejarah yang tidak dapat dilepaskan dari bahasa dan
artikulasi atau dasar ucapan yang berubah dari waktu ke waktu.
a. Amahai
Secara etimologi kata Amahai terdiri dari dua suku kata
yaitu: Ama dan Mahai. Ama yang artinya Bapak dan mahai yang artinya hidup.
Sejarahnya: sejak jaman diaspora atau migrasi secara
besar-besaran dari nunusaku, serombongan besar manusia dari suku wemale rumpun
pata siwa berpindah atau keluar meninggalkan nunusaku mengambil jalan arah ke
timur kemudian menyebar ke selatan, mereka terdiri dari beberapa soa atau hena
yang masing-masing soa atau hena dipimpin oleh seorang upu. Rombongan ini
menyebar pada suatu daerah yang luas, mulai dari uwe terus paurita (kepala wai
ruata) di teluk elpaputi sampai hatumete. Maka maweng mengucap syukur pada upu
lero dan upu lanite bahwa orang tua mereka yang adalah Ama atau Bapak masih
tetap Mahai atau hidup.
b. Amahei
Kata amahei berasal dari kalimat “Ama Hei nama Namakala”
yang berarti Bapak sejak dahulu kala.
Sejarahnya: dalam persidangan amarale kecil (saniri kecil)
dari Inama Halulepesia maka ucapan kalimat di atas disebutkan upu ama bagi
orang tertua dan hidup sejak dari nunusaku sampai menyebar dari uwe paurita sampai
hatumete.
c. Amahei
Ada sebagian orang berpendapat bahwa amahei berasal dari
kata EMHEI yang artinya asing rasanya.
Sejarahnya : Pada jaman Gubernur Arnold de Vlaming van
Oudshorn melancarkan perang hongi (1652) maka Belanda menyerang kerajaan Iha
yang tak mau takluk pada Belanda. Pusat kerajaan Iha berada di gunung Ama Iha
yang sukar untuk ditaklukan. Menurut
nasehat kapitan sasapone dari Tuhaha, bahwa Ama Iha dapat dilakukan bila
ditembak dengan tulang babi. Kapal-kapal perang belanda mulai memasukan tulang
babi bersama mesiu ke meriam mereka dan mereka menembak Ama Iha, maka Ama Iha
runtuhlah dan kerajaan Iha pun takluk pada belanda.
2. Lokasi negeri
amahai
Negeri amahai terletak di pulau seram bagian selatan pesisir
pulau itu. Pulau seram adalah sebuah pulau yang terbesar di anatara pulau-pulau
yang terdapat di kepulauaan Maluku ini.
2.1.Letak astronomis
Anmahai secara astronomis terletak pada 182,560 bujr timur
dan 3,2150lintang selatan. Letak yang demikian menyebabkan suhu di amahai
hamper sama seperti suhu pada negeri-negeri/desa-desa lain! di pulau Ambon dan
pulau-pulau Lease. Jadi amahai mengenal dua musim yaitu: musim timur pada bulan
mei sampai bulan agustus dan musim barat dari bulan Desembe4r sampai Ferbuari
2.2. Letak Geografis
Secara geografis Amahai terletak dalam sebuah teluk yang
sangat indah, di peluk oleh dua buah tanjung yang mengajur ke laut,
masing-masing tanjung Kuako dan tanjung Umuputi
Dsa /negeri Amahai berbatas:
Sebelah barat dan selatan dengan laut banda
Sebelah tmur dengan gunung kerai (karulaya)
Sebelah utara dengan teluk elpaputi
Letak geografis seperti ini, membuat desa/negeri Amahai
merupakan sebuah negeri yang terlindung dalam sebuah teluk yang permai dengan
di latar belakangi oleh sebuah gunung yang bernama gunung kerai.
Amahai merupakan pintu gerbang dan pelabuhan bagi kota masohi
ibu kota kabupaten daerah tingkat II Maluku tengah. Pada tanggal 6 januari1898
di kota Ambon terjadi suatu gempa yang dasyat merusakan sebagian besar kota
itu. Menilik tempat yang demikian maka Amahai pada tahun 1898 telah di pilih
oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi Ibu Kota Residensi of molucas
menggantikan kota Ambon yang rusak karena gempa bumi pada 6 januari 1898.
3. Menelusuri
Lintasan Sejarah Amahai
a. Nama Amahai
sudah ada sejak negrasi besar-besaran
dari nunusaku, yaitu kira-kira pada tahun 1400 M
b. Kata Amahai,
baru saja di ucapkan ketika Arnold de vlamming van Odshorn menyerang dan
menaklukan kerajaan iha pada perang hongi 1652. Yaitu hamper 250 tahun
kemudian.
c. Amahai
sebelum datang kekuasaan asing di Indonesia dan di Maluku, belum merupakan
sebuah desa seperti yang terdapat sekarang ini. Amahai pada mulanya merupakan
Sati Tuama (dari kata Ina = Ibu dan Ama
= Bapak) yaitu suatu kekuasaan besar yang merupakan lembaga masyarakat adat
yang besar. Berdasarkan AMARALE besar pertama (musyawara besar pertama) dari
saniri besar Wae Le Telu (saniri besar tiga batang air yaitu Tala,Eti dan
Spalewa). Maka pulau seram dibagi menjadi 4 Inama besar yaitu :
1. Inama
SARIMETENE, kepala Inama adalah Tuhumetene yang berkedudukan di Eti, mempunyai
kekuasaan dari Eti sampai Sapalewa
2. Inama
HATUMETENE, kepala Inama adalah Hahuinai berkedudukan di Nuniali mempunyai
daerah kekuasaan dari Sapalewa sampai Wai Makina
3. Inama
TAHISANE, kepala Inamanya adalah Latu Raja berkedudukan di Kaibobu mempunyai
daerah kekuasaan dari Kaibobu sampai Waitala
4. Inama
HALULAPESIA, yaitu Amahai dan mempunyai daerah kekausaan mulai dari Wai Uwe,
Paurita (kepala Wai Ruata) di teluk Elpaputy sampai di Hatumete teluk Teluti
Amahai, sesudah tahun 1605, menerima kekuasaan belanda,
sehingga terbentuklah di Amahai suatu pemerintahan yang namanya “Regen Van
Amahai” untuk menerimah kekuasaan asing itu terjadi berbagai pergantian
kekuasaan Inama dan Hena satu kepada Hena lain silih berganti, yang pada
akhirnya berkesudahan dengan satu “Restorasi” atau “Pembaharuan” di Amahai.
Masa Menetap
Setalah daerah Maluku di kuasai oleh penjajah belanda, maka
atas petunjuk Valentyn, maka batas kekuasaan itu dapat mereka tentukan. Daerah
kekuasaan Inama Hawlapesia atau Inama Amahei, mereka tetapkan dalam satu
onderafdelingn, yaitu onderafdeling Amahai, mulai batas Inama Tala yaitu Wat
Tala sampai Wai Boboh (ulahahan).
1. Penyebaran dan
Menetap I
- Daera
Pawita, yaitu kepala Wai Ruata di huni oleh UPU Kapitan leka Gua Marima atau
Pilimau, dengan 5 orang anaknya. Kelima anak dari Pilimau yaitu masing-masing :
1. Hunipela yang
melahirkan Toulala dengan marga Lernaya
2. Siamatau yang
melahirkan Hinsow
3.
Ririnusa/namasela melahirkan Samahupele dan Putumau
4. Talainta
5. Toulala yang
melahirkan Topsela
- Daerah
Haupinalo (batu piring) ditempati oleh kakiay, sahalessy, yang kemudian
membentuk Soa Nopu
- Daerah
Ariuno (adik kandung) ditempati oleh Mainassy, Wattimury, Lasamahu, Sopacua
peru yang membentuk Soha Latu
- Daerah
Kaiyura (air terbuka) ditempat oleh keluarga Hailatu yang membentuk SOA LESI
- Daerah
Tanjung Kuako (kami dua sudah ada) ditempat oleh Latuny dan Peletimu
- Daerah Wai
Kawa sampai Wai Rano ditempati oleh Wai Laruny
- Daerah
kepala Wai Rano sampai ke pantai ditempati oleh Latu Sopacua, Latu Kaisupi yang
dating dari Iha
- Daerah Wai
Lima (lima mata air) dari Benteng Titaley sampai pesisir teluk Amahai telah
ditempati oleh Titaley
- Daerah
tanjung Umeputi (kembang putih) ditempati oleh Tupamahu
Paparan di atas menunjukan bahwa manusia-manusia ALIFIRU
yang dating dari Nunusaku karena suatu Diaspora atau migrasi besar-besar akibat
huru-hara terbunuhnya putri “Rapia Halnuwela” sudah mulai menetap. Apalagi
hukum sirih-pinang atau hukum adat sebagai suatu konuensi (hokum yang tidak
tertulis), mempunyai daya perekat dan daya pengikat yang kuat. Melanggar
Konvensi ini berarti akan ditimpa malapetaka.
Suatu ungkapan yang memperkuat daya perekat hokum
Sirih-Pinang atau hukum adat ini adalah: “SEI HALE HATU, HATU HALE SEI, SEI
RISA SOU,SOU RISA SEI” yang arinya “SAPA BALE BATU, BATU BALE TINDIS DIA, SAPA
LANGGAR JANJI/INGKAR JANJI, JANJI AKAN BALE LANGGAR DIA.
Ungkapan seperti ini, biasanya diucapakan dalam satu
pasawari adat untuk memperat ikatan persaudaraan antara dua clan, hena, soa
atau amino (negeri).
2. PENYEBARAN DAN
MENETAP II
Perpindahan dan penyebaran tersebut terjadi sebagai berikut:
1. Wattimena
(yang kemudian menjadi Wattimena-Lokollo) karena menyatu dengan Akollo
meninggalkan Banda menurut paparan sejarah Wattimena-Lokollo bahwa mereka
berasal dari Banda di Malaka. Mereka berangkat dengan sebuah perahu kecil yang mempergunakan
pohon limau mas yang tumbuh di pantai sebagai layarnya. Bandan yang dimaksud
adalah bahasa sensekerta untuk banda. Pelayar yang bernama TOPANUSA itu singgah
di tanjung Kuako
2. Ruhupessy dari
suku Wemale, pada mulahnya mendiami daerah Kamaletan digunung, sebab itu
namanya disebut Ruhupessy Kamale.
Mata rumah-rumah pertama di Amahai dengan Teon dan marganya.
1. Soa Loko
- Tupamahu,
Puu Hausupuno Teono Maata
- Peletimu,
Puu Huapeletimu Teono Napalesy
- Sopacua,
Puu Latukaisupi Teono Sitinia
- Lokollo,
Puu Loko Teono Hualesy
- Wattimena,
Puu Mena Teono Hualesy
- Lernaya,
Topisela, Talaenta, dan Hinsou, Puu Hari Lernay, Topisela Teono Mansamu
- Latuny, Puu
Lauro Teono Simpele
2. Soa Nopu
- Kakiay, Puu
Nopu Teono Maata
- Lewenusa
- Sahalessy,
Puu Saruapuno Teono Laturessy
3. Soa Latu
- Mainassy,
Puu Samariauru, Samalawae Teono Kamalessy
- Lasamahu,
Puu Laukouolo, Laukaritolo Teono Peunu
- Wattimury
Puu Lauro Teono Laturessy
-
Sopacuaperu, Puu Peru Serano, Peru Omolo Teono Samahu
4. Soa Lessy
- Hallatu,
Puu Lessy Rumah Iralo Teono Maserua Rumahauro
- Hallu
Kilang, Puu Kilang Hatuputi Teono Polomahu
Soa loko dan nopu disebut juga soa perempuan dan disebut
namanya: Ritohi Samalohi soa latu dan lessy disebut juga soa laki-laki atau
Syamura Aherai dengan demikian:
Tugas dan tanggung jawab lembaga adat diatur sebagai
berikut:
- Upu Latu
adalah kepala adat, pemimpin pemerintah
- Hena
puno/tuan tanah adalah penguasa atas daratan
- Kapitane
Iralo/kapitang besar adalah pemimpin perang tertinggi
- Maweng
adalah pemimpin upacara-upacara yang bersifat sacral/agamani
- Laumula
puno adalah penguasa atas lautan
- Syamura
puno adalah memimpin upacara-upacara adat
- Matokeswano
adalah penjaga baeleo – memimpin dan mengawasi segala bentuk kegiatan dan
upacara adat di baileu, atau di daratan dan dilautan
- Saniri
amino/negeri adalah wakil-wakil dari setiap soa, bertugas untuk membela,
memikirkan serta memutuskan hal-hal yang berguna untuk kepentingan banyak
orang, termasuk didalmnya keputusan tentang penyelenggara tata upacara adat.
- Kepala soa
disebut upu pasaki adalah pemimpin setiap soa bertugas untuk membantu upu latu
dalam tugas-tugas pemerintah.
- Kewang laut
adalah petugas khusus yang mengawasi keadaan laut dalam hal ini bekerjasama
dalam membantu tugas laumula puno.
- Kewang
darat adalah petugas khusu untuk mengawasi harta milik warga masyarakat adat
yang terbentang dalam petuanan ulayat hokum adat lounusa maatita.
- Marinyo
adalah petugas khusus yang membantu menyampaikan amanat upu latu kepada seluruh
lapisan masyarakat.
RESTORASI DI NEGERI AMAHAI
Asal wasal
terjadi restorasi adalah persoalan dengan Bulawa wattimena. Bulawa Watimena
adalah orang kaya makariki, terjadinya persoalan antara batas tanah selatan dan
utara yang disengketakan oleh negeri amahai dan makariki
Pada saat
itu amahai mengutuskan patti Hendrek Wattimena-Lokolo berangkat ke gunung
namasina untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut, tetapi patti Hendrek Wattimena-Lokollo
tidak pergi, kemudian rakyat Amahai memutuskan Marawaka Wattimury untuk pergi
ke Namasina untuk membicarakan tentang sengketa tanah itu. Kemudian Marawaka
pun berangkat ke gunung namsina, dan marawaka dipikul dengan kursi bamboo, oleh
orang-orang negeri Amahai ke gunung Namasina. Marawaka adalah seorang kepala
soa, dan dalam perjalanan mereka pikul Marawaka sambil berkapata: atera Tomo
Le, Maluwa Lumute, Susah Patanea Yana Siwa Rima O”. artinya: Rakyat Amahai
memikul Marawake dengan susah payah melewati gunung lumete.
Tibalah
Marawaka di gung Namasina dan Marawaka mendapat pembicaraan dari orang kaya
Bulawa Wattimena, sehingga Marawaka memutuskan untuk naik pengadilan di
saparua, dengan patti Hendrek Wattimena-Lokollo. Marawaka pun kembali ke negeri
Amahai dengan keputusan ini disetujui oleh rakyat Amahai oleh rakyat Amahyai,
sehingga rakyat Amahai memutuskan Marawaka dan Pandemani Sahalessy berangkat ke
Saparua. Marawaka dan Pandemani tiba di Saparua, Marawaka dan Pandemani duduk
berhadapan dengan Patti Hendrek di depan pengadilan. Setelah selesai pengadilan
di Saparua Marawaka dan Pandemani kemabali ke Negeri Amahai. Sampai di negeri
Amahai mereka membuat rapat saniri besar, dan mereka menjelaskan hasil di
pengadilan Saparua kepada rakyat Amahai bahwa Patti Hendrek di pihak yang
kalah. Pada saat itu juga rakyat Amahai menjadi marah dan mereka bersumpah dan
mungutuk dari keturunan Wattimena-Lokollo tidak boleh diperbolehkan duduk di
kursi pemerintahan di negeri Amahai, sumpahan dan kutukan itu berbunyi
demikian:
“Halem,uru ke Wattimena-Lokollo, parenta amino ne hour
Amino, ne molo, esi puraka o, sisio nesuhu amino, ne”
Artinya: kalau Wattimena-Lokollo perintah di negeri Amahai,
maka Amahai akan tenggelam atau yang tinggal di negeri amahai adalah pohon
pulaka dan kayu siki serta rumput rutu-rutu yang berada di dalam negeri amahai.
Perempuan janda atau balu memakai baju hitam dan membawa menyapu di tiap-tiap
jalan dan menyapu bersih tempat kaki dari keturunan kepemerintahan
Wattimena-Lokollo sampai matahari masuk, kemudian rumahnya di bakar dan abunya
dibuang ke laut.
Pada tahun
1830, Elisa Hallatu di angkat menjadi sahkeber dan terdaftar sebagai daftar
nomor empat dalam register pemerintahan Belanda. Kemudian pada tahun 1907,
Abraham Hallatu di angkat dan mendapat gelar raja oleh pemerintahan
Belanda/Controler Van Leiden. Gelar Raja tersebut di pegang oleh Hallatu sampai
sekarang ini.
Retorasi
ini menyebabkan kembalinya kekuasaan kepada yang berhak. Belajar dari sejarah,
retorasi semacam ini patut dipergunakan sebagai momentum sejarah untuk
melaksanakan pembangunan, perbaikan dan kemajuan.
ADAT NEGERI AMAHAI
1. Adat
Perkawinan
Di zaman dahulu perkawinan itu di atur dan berlaku secara
adat. Hal itu terjadi karena belum ada suatu tat pemerintahan yang dapat
mengatur berbagai kebutuhan masyarakat, demikian pula agama belum lagi
menyentuh daratan Nusa Ina atau Pulau seram
a. Adat
perkawinan sebelum masuk Agama dan sebelum terbentuknya pemerintahan.
Sebelumnya tata pemerintahan dan masuknya agama, perkawinan
itu telah di atur dan diberlakukan secara tertib oleh masyarakat adat.
Perkawinan di Zaman itu tidaklah melalui jembatan pertunangan antara kedua
pasangan muda-mudi tetapi di dominasi oleh orang tua. Sebagian besar terjadi
sejak lahir sudah ada suara yang disampaikan dan orang tua lelaki kepada orang tua
perempuan.
Setelah kedua insan itu beranjak dewasa dilakukan ikatan
janji melalui ikatan tali pada tangan masing-masing anak dan kemudian setelah
sudah waktunya mereka diikat dalam perkawinan menurut adat. Walaupun tidak
melalui masa-masa pertunangan untuk saling mengenal dan mencintai sejak muda
tetapi sebagai anak-anak adat mereka taat dan patuh. Dalam perkawinan ini yang
bertugas untuk melakukan perkawinan adalah kepala adat atau kapitan.
2. Adat
Perkawinan Setelah Agama dan Terbentuknya Pemerintahan
Setelah masuknya agama dan telah terbentuknya tata
pemerintahan dengan berbagai aturannya makanya perkawinan turut mendapat
pembaharuan dengan tetap berakar pada sistem perkawinan para pendahulu dengan
mempertimbangkan berbagai perubahan dalam ukuran martabat kaum perempuan.
Jenis-jenis perkawinan yang berlaku antara lain:
- Jenis minta
- Kawin lari
- Kawin manua
a. Kawin minta
- Kawin adat
menurut jenis “kawin minta” bila anak laki-laki adalah anak adat negeri Amahai.
Mulanya perkawinan ini di dahului dengan mengantarkan tempat
siri. Tempat siri di terima oleh keluarga si gadis maka tandanya pembicaraan di
lajutkan dengan penangan anak gadis. Setelah itu keluarga anak laki-laki wajib
melunasi berbagai syarat menurut adat anak perempuan barulah perkawinan secara
pemerintahan dan gereja dapat dilaksanakan. Setelah selesai perkawinan yang
dilakukan pemerintah dan gereja, kepada anak-anak adat diwajibkan untuk
melaksanakan perkawinan adat yang lazim disebut “kasih pakai baju adat”. Hal
ini dikatakan wajib karena apabila perkawinan secara pemerintah dan gereja
berlangsung maka anak gadis telah menjadi milik keluarga lelaki dan sudah
berada dalam rumah lelaki, sigadis akan dilarang makan bersama keluarga sebelum
dilakukan perkawinan menurut adat.
Dalam perkawinan adat itu dihadirkan semua anak-anak mata
rumah anak laki-laki dengan maksud agar diperkenalkan berbagai jabatan, anataranya
menurut panggilan Ua, wate Tanta, Om, Konyadu, dll.
Tata cara perkawinan adat yaitu anak gadis di hentar masuk
rumah setelah penghormatan adat, kemudian di gadis diserahkan oleh pemimpin
rombongan kepada kepala mata rumah guna dilanjutkan dengan acara mata rumah.
Setelah itu anak gadis diberi pakai baju adat selanjutnya mengantarkan apapual
berupa tempat sirih dan minuman adat. Setelah itu makan meja yang disebut meja
“Mananol”. Di meja Mananol tersedia semua makanan berupa makanan jenis rebusan
dan tidak tertinggal makanan khas Maluku yaitu papeda. Si gadis harus makan
semua makanan yang ada di meja Mananol dalam satu piring, setelah selesai makan
meja Mananol sigadis diwajibkan menyapa semua kaum keluarga yang duduk di meja
makan Menanol.
Batu adat dan meja makan mannol wajib dipakai selama tiga
hari baru dilepaskan, dan setelah tiga hari baju adat diserahkan kepada konyadu
perempuan yang ditetapkan.
- “Kawin Adat
menurut jenis” Kawin Minta” bila anak gadis adalah anak adat Amahai
Anak perempuan di pinang dengan menggunakan tempat siri atau
dengan menggunakan utusan keluarga anak lelaki. Setelah ada persetujuan dua
pihak barulah perkawinan dapat dilanjutkan. Sebelum perkawinan secara
pemerintah ataupun gereja dilakukan keluarga anak laki-laki wajib mengantarkan
harta mata rumah kerumah anak perempuan. Harta itu dalam bentuk barang-barang
yang ditetapkan, antara lain:
- Harta badan
adalah piring tatu atau uang yang ditetapkan, jumlahnya 9999.
- Piring batu
buka pintu
- Kain Om dan kain kakak
Semua barang itu di isi dalam atiting kemudian dilengkapi
dengan tempat sirih dan apapual. Apabila semuanya terpenuhi maka keluarga
laki-laki mengantarnya ke rumah perempuan, bila harta yang di antar di terima
oleh keluarga perempuan barulah dilajutkan dengan keluarga perempuan
mengantarkan semua barang bawaan berupa peti pakaian, barang-barang dapur dan
semua keperluan yang dibutuhkan sampai kepada kayu api dan abu tungku. Setelah
semua itu di terima maka perkawinan secara gereja dan pemerintah sudah boleh
dilaksanakan.
b. Kawin lari
Apabila seorang anak gadis kawin lari maka diwajibkan
keluarga laki-laki mengantarkan harta pada hari itu juga. Apabila harta itu
belum di terima maka diwajibkan untuk di bawa samapai tiga kali berturut-turut.
Apabila waktu yang ditetapkan tidak dipenuhi oleh keluarga laki-laki, maka
keluarga laki-laki wajib membayar denda sesuai hokum adat yang berlaku, yaitu
berupa pukulan Sembilan kali di rumah adat (baileo) oleh kepala adat dengan
menggunakan rantai besi.
c. Kawin Manoa
Yang dimaksudkan dengan kawin manoa, yaitu apabila anak
laki-laki mengikuti anak perempuan kerumahnya dan tinggal bersama-sam. Hal ini
terjadi karena anak perempuan ini adalah anak tunggal atau anak perempuan ini
sangat mencintai orang tuanya, banyak juga anak laki-laki ini tinggal bersama
istrinya dan orang tua dari sang istri sampai mereka meninggal.
Apabila sang istri itu anak tunggal, maka segala harta milik
orang tuanya yang sudah meninggal itu menjadi milik sang istri menurun menjadi
hak milik dari anak-anak suaminya. Sang lelaki yang manoa ini, dia terlepas
dari tanggung jawab/mas kawin karena ia sudah menanggung beban runah tangga ini
atau karena sang lelaki ini sudah menjaga dan melayani orang tua dari sang
wanita.
Tetapi jika sang lelaki tunggal beberapa tahun sampai ada
seorang anak yang lahir lalu sang pria ingin kembali ke rumah orang tuanya,
maka anak yang sudah lahir itu harus di tebus dengan meninggalkan sebuah piring
batu dan juga diberikan satu buah kain merah.
Piring batu ini dengan bahasa disebut “Loo”NO”, yaitu untuk
menggantikan piring makan si anak di rumah neneknya, dan kain merah disebut
dengan bahasa “Sapuno” yaitu kain pengganti loyor yang mungkin diberikan oleh
si nenek kepada cucunya.
Soa loko dan nopu disebut juga soa perempuan dan disebut
namanya: Ritohi Samalohi soa latu dan lessy disebut juga soa laki-laki atau
Syamura Aherai dengan demikian:
Tugas dan tanggung jawab lembaga adat diatur sebagai
berikut:
- Upu Latu
adalah kepala adat, pemimpin pemerintah
- Hena
puno/tuan tanah adalah penguasa atas daratan
- Kapitane
Iralo/kapitang besar adalah pemimpin perang tertinggi
- Maweng
adalah pemimpin upacara-upacara yang bersifat sacral/agamani
- Laumula
puno adalah penguasa atas lautan
- Syamura
puno adalah memimpin upacara-upacara adat
- Matokeswano
adalah penjaga baeleo – memimpin dan mengawasi segala bentuk kegiatan dan
upacara adat di baileu, atau di daratan dan dilautan
- Saniri
amino/negeri adalah wakil-wakil dari setiap soa, bertugas untuk membela,
memikirkan serta memutuskan hal-hal yang berguna untuk kepentingan banyak
orang, termasuk didalmnya keputusan tentang penyelenggara tata upacara adat.
- Kepala soa
disebut upu pasaki adalah pemimpin setiap soa bertugas untuk membantu upu latu
dalam tugas-tugas pemerintah.
- Kewang laut
adalah petugas khusus yang mengawasi keadaan laut dalam hal ini bekerjasama
dalam membantu tugas laumula puno.
- Kewang darat adalah petugas khusu untuk
mengawasi harta milik warga masyarakat adat yang terbentang dalam petuanan
ulayat hokum adat lounusa maatita.
- Marinyo
adalah petugas khusus yang membantu menyampaikan amanat upu latu kepada seluruh
lapisan masyarakat.
RESTORASI DI NEGERI AMAHAI
Asal wasal
terjadi restorasi adalah persoalan dengan Bulawa wattimena. Bulawa Watimena
adalah orang kaya makariki, terjadinya persoalan antara batas tanah selatan dan
utara yang disengketakan oleh negeri amahai dan makariki
Pada saat
itu amahai mengutuskan patti Hendrek Wattimena-Lokolo berangkat ke gunung
namasina untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut, tetapi patti Hendrek
Wattimena-Lokollo tidak pergi, kemudian rakyat Amahai memutuskan Marawaka
Wattimury untuk pergi ke Namasina untuk membicarakan tentang sengketa tanah
itu. Kemudian Marawaka pun berangkat ke gunung namsina, dan marawaka dipikul
dengan kursi bamboo, oleh orang-orang negeri Amahai ke gunung Namasina.
Marawaka adalah seorang kepala soa, dan dalam perjalanan mereka pikul Marawaka
sambil berkapata: atera Tomo Le, Maluwa Lumute, Susah Patanea Yana Siwa Rima
O”. artinya: Rakyat Amahai memikul Marawake dengan susah payah melewati gunung
lumete.
Tibalah
Marawaka di gung Namasina dan Marawaka mendapat pembicaraan dari orang kaya
Bulawa Wattimena, sehingga Marawaka memutuskan untuk naik pengadilan di
saparua, dengan patti Hendrek Wattimena-Lokollo. Marawaka pun kembali ke negeri
Amahai dengan keputusan ini disetujui oleh rakyat Amahai oleh rakyat Amahyai,
sehingga rakyat Amahai memutuskan Marawaka dan Pandemani Sahalessy berangkat ke
Saparua. Marawaka dan Pandemani tiba di Saparua, Marawaka dan Pandemani duduk
berhadapan dengan Patti Hendrek di depan pengadilan. Setelah selesai pengadilan
di Saparua Marawaka dan Pandemani kemabali ke Negeri Amahai. Samapai di negeri
Amahai mereka membuat rapat saniri besar, dan mereka menjelaskan hasil di
pengadilan Saparua kepada rakyat Amahai bahwa Patti Hendrek di pihak yang kalah.
Pada saat itu juga rakyat Amahai menjadi marah dan mereka bersumpah dan
mungutuk dari keturunan Wattimena-Lokollo tidak boleh diperbolehkan duduk di
kursi pemerintahan di negeri Amahai, sumpahan dan kutukan itu berbunyi
demikian:
“Halem,uru ke Wattimena-Lokollo, parenta amino ne hour
Amino, ne molo, esi puraka o, sisio nesuhu amino, ne”
Artinya: kalau Wattimena-Lokollo perintah di negeri Amahai,
maka Amahai akan tenggelam atau yang tinggal di negeri amahai adalah pohon
pulaka dan kayu siki serta rumput rutu-rutu yang berada di dalam negeri amahai.
Perempuan janda atau balu memakai baju hitam dan membawa menyapu di tiap-tiap
jalan dan menyapu bersih tempat kaki dari keturunan kepemerintahan
Wattimena-Lokollo sampai matahari masuk, kemudian rumahnya di bakar dan abunya
dibuang ke laut.
Pada tahun
1830, Elisa Hallatu di angkat menjadi sahkeber dan terdaftar sebagai daftar
nomor empat dalam register pemerintahan Belanda. Kemudian pada tahun 1907,
Abraham Hallatu di angkat dan mendapat gelar raja oleh pemerintahan
Belanda/Controler Van Leiden. Gelar Raja tersebut di pegang oleh Hallatu sampai
sekarang ini.
Retorasi
ini menyebabkan kembalinya kekuasaan kepada yang berhak. Belajar dari sejarah,
retorasi semacam ini patut dipergunakan sebagai momentum sejarah untuk
melaksanakan pembangunan, perbaikan dan kemajuan.
1 komentar
Di tunggu sejarah Negri Soahuku
BalasHapus